, , ,

Pergerakan Nyata Masyarakat dan Pemda Dalam Upaya Mengurangi Sampah Plastik di Indonesia Ditunjukkan di COP23, Bonn, Jerman

Bonn, November 17, 2017 – Saat ini sampah plastik menjadi hal yang sangat penting dan mendesak untuk segera diselesaikan, terutama di Indonesia. Masalah sampah plastik ini menjadi topik yang banyak diperbincangkan di Pavilion Indonesia, COP 23 – UNFCCC di Bonn, Jerman yang dilangsungkan dari tanggal 6-17 November 2017. Peran serta berbagai pihak dituntut untuk dapat bekerjasama dalam mencari dan menjalankan solusi dari permasalahan sampah plastik di Indonesia.

Para pembicara dan rekan di Indonesia Pavilion, COP23

Dalam pidato pembukaan diskusi “Combating Marine Plastic Debris” di Pavilion Indonesia COP 23, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman, Luhut B. Pandjaitan mengatakan bahwa sampah plastik dan mikroplastik merupakan ancaman terbesar bagi keanekaragaman hayati perairan saat ini. Sampah laut telah menjadi isu nasional, regional, dan global dimana jika ini terus dibiarkan dapat mengakibatkan ancaman polutan yang lebih besar dan mengganggu kesehatan manusia karena mengkonsumsi ikan yang memakan sampah plastik tersebut. Oleh karena itu Indonesia telah berkomitmen mengurangi sampah plastik di laut sebanyak 70% pada 2025.

Tidak tinggal diam, Gerakan Indonesia Diet Kantong Plastik (GIDKP) ikut menggelar diskusi dengan tajuk “People Power in Plastic Diet Movement” di Pavilion Indonesia COP 23, Jerman pada tanggal 16 November 2017 waktu setempat. Dalam diskusi ini, GIDKP membahas mengenai bagaimana pergerakan akar rumput masyarakat yang telah dilakukan dapat mendorong pemerintah untuk mengeluarkan kebijakan uji coba kantong plastik tidak gratis yang pernah dilakukan di tahun 2016 dan berhasil mengurangi kantong plastik hingga 55%.

Selain itu, sesi diskusi bersama GIDKP membahas bagaimana peran pemerintah daerah dapat secara mandiri merancang peraturan pelarangan kantong plastik untuk mengurangi timbunan sampah plastik di kotanya. Turut hadir menjadi pembicara antara lain Bapak R.Sudirman, Direktur Persampahan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Tiza Mafira selaku Direktur Eksekutif GIDKP, Rahyang Nusantara selaku Koordinator Nasional GIDKP dan Koordinator Sustainable Development Solutions Network (SDSN) Youth Indonesia, serta Bapak Hamdi bin Amak Hasan selaku Asisten Pemerintahan II Bidang Ekonomi dan Pembangunan Kota Banjarmasin, dimana Banjarmasin menjadi kota pertama di Indonesia yang melarang penggunaan kantong plastik di retail modern. Turut hadir Dr. Ir. Efransyah, Penasihat Senior Menteri lingkungan Hidup dan Kehutanan, yang menjadi moderator pada sesi diskusi kali ini.

 

Pak Hamdi bin Amak Hasan melakukan presentasi di Indonesia Pavilion, COP23

Kota Banjarmasin memanfaatkan momentum sosialisasi uji coba kantong plastik tidak gratis pada tahun 2016 untuk menerbitkan peraturan melarang kantong plastik di ritel modern. Alhamdulillah, sudah berjalan satu tahun dan semua lancar, tidak ada kesulitan yang berarti. Saya berharap daerah lain, dan pemerintah pusat bisa segera menyusul Banjarmasin, dan menunjukkan kepada dunia keseriusan Indonesia menangani sampah plastik”, cerita Bapak Hamdi mengenai pelarangan kantong plastik di Banjarmasin.

Tiza Mafira menambahkan bahwa GIDKP telah melakukan survey yang menunjukkan mayoritas masyarakat siap dengan kantong plastik tidak gratis, dan bahkan pelaku usaha ritel juga mendukung. “Pengalaman Kota Banjarmasin menunjukkan bahwa Pemerintah Daerah sudah bisa selangkah lebih maju dan berhasil melarang kantong plastik. Pengurangan kantong plastik juga dapat terukur, dan akan berkontribusi secara langsung terhadap target RI mengurangi sampah plastik di laut sebesar 70%. Apa lagi yang ditunggu?” ujar Tiza.

Tiza Mafira di Indonesia Pavilion, COP23

Desakan untuk segera diterbitkan peraturan pemerintah mengenai pengurangan penggunaan kantong plastik juga didukung penuh oleh Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia sebagai perwakilan dari suara konsumen Indonesia.

Konsumsi plastik harus dikendalikan dari sisi hilir, yakni mewujudkan perilaku konsumen yang ramah lingkungan saat berkonsumsi. Upaya ini bisa cepat diwujudkan jika konsumen diberikan disinsentif saat menggunakan plastik. Semakin boros maka disinsentifnya harus ditingkatkan. Produsen pun wajib me-recall sampah dari produk-produknya, terutama yang berbahan plastik. Sehingga sampah tidak berceceran dimana-mana dan tidak mengakibatkan kerusakan lingkungan”, ungkap Tulus Abadi, Ketua Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia.

Industri yang memproduksi alternatif dari kantong plastik konvensional pun turut angkat bicara mengenai isu pengurangan plastik di Indonesia. “Selama kantong plastik kresek terus diberikan secara gratis dan tidak diatur pemakaiannya, akan sulit bagi produk inovasi teknologi anak bangsa seperti kantong organik dari tepung singkong dan kantong dari rumput laut untuk masuk ke pasaran komersil dan diterima serta menjangkau masyarakat luas. Dukungan nyata yang dapat diberikan pemerintah melalui peraturan terhadap inovasi alternatif pengganti plastik kresek adalah dengan mengatur pemakaian dan melarang pemberian gratis kantong plastik kresek”, ungkap Sri Megawati, Marketing Communication Enviplast, sebuah brand kantong organik berbahan dasar tepung singkong.

Sesi diskusi GIDKP di Pavilion Indonesia COP 23 Bonn, Jerman didukung oleh The Body Shop Indonesia dan United in Diversity, yang juga merupakan sekretariat SDSN Southeast Asia. Dalam kesempatan ini juga, GIDKP menampilkan video kampanye yang mengangkat inisiatif dari pemerintah kota Banjarmasin dan kebijakan dari PT. Lion Superindo yang masih konsisten mendukung upaya pelarangan maupun biaya penggunaan kantong plastik. Dalam video ini juga, terdapat ajakan kepada pemerintah, terutama Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI untuk #JanganTundaLagi menerbitkan peraturan penggunaan kantong plastik sebagai langkah konkrit mencapai target pemerintah mengurangi sampah plastik di lautan.

Rahyang Nusantara di Indonesia Pavilion, COP23

Penanganan polusi plastik harus diwujudkan dengan “walk the talk”, menjalankan apa yang telah menjadi komitmen bersama dalam mencapai komitmen pengurangan polusi plastik, baik di darat maupun di laut. Selain itu, setiap pihak juga harus “talk the walk”, yaitu menyebarluaskan cerita-cerita positif sehingga menjadi inspirasi bagi publik yang lebih luas”, ujar Rahyang Nusantara, selaku Koordinator Nasional GIDKP.

Download press release disini.

Bagikan

Tiza Mafira

Executive DirEctor

Tiza has led Diet Plastik Indonesia, and co-founded it, since 2013. She feels grateful that the environmental law knowledge she learned in college can be used to make changes. In her spare time, Tiza enjoys making doll houses out of cardboard for her children and doing water sports. Tiza is an alumna of the Faculty of Law, University of Indonesia (2002) and Harvard Law School (2010).

Tiza Mafira

Executive DirEctor

Tiza memimpin Dietplastik Indonesa, dan turut mendirikannya, sejak 2013. Ia merasa bersyukur ilmu hukum lingkungan yang dipelajarinya ketika kuliah dapat digunakan untuk membuat perubahan. Pada waktu senggang, Tiza senang membuat rumah boneka dari kardus untuk anak-anaknya dan melakukan olahraga air. Tiza adalah alumna Fakultas Hukum Universitas Indonesia (2002) dan Harvard Law School (2010).