,

Pengusaha dinilai serakah terapkan biaya kantong plastik

Merdeka.com – Penggunaan plastik berbayar yang rencananya akan diterapkan pada 21 Februari mendatang mendapat penolakan dari beberapa pihak. Salah satunya dari Jaringan Aktivis Pro Demokrasi (Prodem).

Ketua Majelis Prodem, Bob Randilawe, mengatakan akuntabilitas dana pungutan plastik belanja ini. Dia mencontohkan, jika dihitung berdasarkan besaran biaya plastik di Eropa sekitar Rp 1.500, maka dana yang terkumpul cukup besar.

“Kalau penggunaan kantong plastik itu 10 juta sehari kali Rp 1.500 itu sudah besar. Akuntabilitas bagaimana? Dananya kemana? Hari gini kok masih ada cara ngumpul-ngumpulin duit dengan akal-akalan. Usaha sih boleh tapi ya jangan serakah,” ucapnya dalam diskusi Dialog Kamisan Majelis Senator Prodem, Jakarta, Kamis (11/2).

Mengenai harga, Bob mengungkapkan jika pihaknya masih belum bisa memastikan apakah tarif plastik berbayar ini dianggap memberatkan atau tidak di masyarakat. Menurutnya, berapapun tarif yang ditetapkan dianggap memberatkan masyarakat.

“Mengenai harga saya kira pergub dan kepmen belum dikeluarkan. Kita belum memastikan harganya, kalau di kita Rp 200 sampai Rp 1.000 ini harus disambut secara kritis. Kita harus tahu bahwa penetapan harga harus ada uji publik,” jelasnya.

Sebelumnya, Ketua Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo), Roy Mandey memastikan penerapan kantong plastik berbayar akan berlaku Februari mendatang. Namun pemberlakuan ini masih akan dibahas dengan Kementerian Lingkungan Hidup sebelum diputuskan tanggal penerapannya.

“Mereka (Kementerian LHK) lagi persiapan, tanggalnya masih belum di konfirmasi lagi. Kemungkinan tanggal 21 Februari itu komitmen bersama kementerian LHK dengan toko ritel,” ujar Roy saat dihubungi merdeka.com di Jakarta, Sabtu (30/1).

Roy mengungkapkan, ada 15 provinsi yang padat penduduk akan diberlakukan komitmen ini. Namun, tidak semua toko ritel di 15 provinsi akan menerapkannya.

“Ini masih uji coba, jadi dari komitmen ini maksudnya adalah seperti volunteer, tidak semua akan memberlakukannya. Yang perlu digarisbawahi adalah sosialisasi dan edukasinya. Takutnya ada masyarakat yang tidak terima. Provinsi seperti DKI, Jawa barat, dan Jawa timur, dan lainnya akan kita berlakukan,” ungkapnya.

Sementara itu, untuk penetapan harga plastiknya, Roy sudah mengajukan harga yang ekonomis untuk plastik berbayar. Dirinya pun memastikan plastik berbayar yang digunakan adalah yang ramah lingkungan alias Go Green.

“Harga plastiknya terus terang belum tau pasti berapa, kalau dari kami peritel meminta harga Rp 200 itu dikenakan deal transaksi, kalau dia beli 2 kantong dia tambah Rp 400. Kalau tidak pakai kantong mereka diharapkan bawa tas belanja dari rumah,” jelas dia.

 

Artikel di atas dapat dibaca di sini

Bagikan

Tiza Mafira

Executive DirEctor

Tiza has led Diet Plastik Indonesia, and co-founded it, since 2013. She feels grateful that the environmental law knowledge she learned in college can be used to make changes. In her spare time, Tiza enjoys making doll houses out of cardboard for her children and doing water sports. Tiza is an alumna of the Faculty of Law, University of Indonesia (2002) and Harvard Law School (2010).

Tiza Mafira

Executive DirEctor

Tiza memimpin Dietplastik Indonesa, dan turut mendirikannya, sejak 2013. Ia merasa bersyukur ilmu hukum lingkungan yang dipelajarinya ketika kuliah dapat digunakan untuk membuat perubahan. Pada waktu senggang, Tiza senang membuat rumah boneka dari kardus untuk anak-anaknya dan melakukan olahraga air. Tiza adalah alumna Fakultas Hukum Universitas Indonesia (2002) dan Harvard Law School (2010).