,

Penerapan Kantong Plastik Berbayar Harus Diawasi

JURNALPOST.COM – Uji coba penerapan penggunaan kantong plastik berbayar sejak kemarin (Minggu, 21/2) mulai dilakukan di Kota Makassar, bertepatan dengan pencanangan Hari Peduli Sampah Nasional (HPSN) 2016.

Menanggapi hal tersebut, Kepala Badan Lingkungan Hidup Daerah (BLHD) Provinsi Sulsel, Andi Hasbi Nur, menilai, uji coba kantong plastik berbayar, selain mengurangi penggunaan kantong plastik juga akan membuka peluang untuk pengusaha kecil menciptakan tas belanja.

Pihaknya berharap, dengan adanya uji coba tersebut, masyarakat yang akan berbelanja sudah membawa tas sendiri, sehingga mengurangi jumlah penggunaan kantong plastik. Minimal akan memberi penyadaran pada masyarakat bahwa kantong plastik ini berbahaya.

“Ini sudah menjadi peluang bagi usaha kecil untuk menyiapkan kantongan atau tas yang digunakan untuk belanja. Kita harapkan nantinya masyarakat yang berbelanja sudah membawa tas atau keranjang,” kata Hasbi, saat ditemui di ruang kerjanya, kemarin.

Mengenai kesiapan Sulsel untuk penerapan kantong plastik berbayar yang akan dilaunching pada 5 Maret mendatang di Makassar, Hasbi menjelaskan, pihaknya telah mengirimkan surat edaran yang ditujukan kepada BLHD di seluruh Pemkab dan Pemkot se-Sulsel untuk menghadiri rapat terkait hal tersebut yang rencananya akan dilaksanakan pada 25 Februari mendatang.

Hasbi berharap, seluruh kabupaten/kota di Sulsel bisa melakukan launching secara bersamaan dengan launching yang rencananya dihadiri oleh Wapres RI Jusuf Kalla.

Akan tetapi, lanjut Hasbi, penerapan kebijakan kantong plastik berbayar tersebut juga perlu diawasi, termasuk uang yang diterima oleh pihak retail dari pembayaran pembelian kantong plastik tersebut.

Menurutnya uang hasil penjualan kantong plastik tersebut akan dikembalikan pada masyarakat melalui kerjasama dengan pemerintah daerah.

“Yang perlu kita lakukan, ada uang sebenarnya beredar di situ. Ke depanya ini harus dimanage dengan bagus, nanti uangnya ini dikembalikan ke masyarakat bekerja sama dengan pemda,” paparnya.

Ujicoba kantong plastik berbayar tersebut dikatakannya akan dilakukan selama 3 bulan, dan selanjutnya akan dilihat secara nasional, apakah harga itu sudah cukup atau masih perlu dinaikkan.

Saat ini secara nasional, harga kantong plastik tersebut ditetapkan Rp200 sampai Rp500 per kantong, dan baru berlaku untuk 23 kota di Indonesia.

Hasbi juga menyebut, sampah plastik di Indonesia saat ini jumlahnya mencapai jutaan ton per tahun. Bahkan menurutnya, luas limbah plastik sekarang sudah seluas California.

Hal ini semakin diperparah karena sampah plastik sangat berbeda dengan sampah organik yang mudah terurai, dan kantong plastik jarang didaur ulang.

Diprediksi pada 2050 mendatang, saat orang menangkap ikan di laut, maka 2 dari yang tertangkap adalah sampah plastik.

“Kalau tangkap ikan 3, yang 2 plastik yang 1 ikan. Kalau tidak ada pengendalian mulai sekarang. Apalagi itu tidak bisa terurai dengan cepat, minimal 100 tahun,” ucapnya.

Terpisah, Sekretaris Daerah Provinsi (Sekprov) Sulsel, Abdul Latief, menilai, akan lebih baik jika dicarikan alternatif pembungkus lain yang mudah terurai.

“Cari alternatif pembungkus lain, dan supermarket juga harus kasih alternatif,
Kurangi plastik. Di kampung dulu pembungkus cuma pakai daun jati,” kata Latief.

Mengenai kesiapan Sulsel untuk menerapkan kantong plastik berbayar, ia mengatakan jika itu menjadi program nasional pihaknya siap melaksanakan. Tetapi tetap diperlukan pertimbangan lain.

Seorang warga Makassar, Mulyadi (29), mendukung pernyataan Hasbi Nur, yang meminta pengawasan terhadap toko atau retail yang menerapkan kebijakan kantong plastik berbayar tersebut.

Ia mengaku membeli 2 baterai kecil di salah satu mini market, dan tidak menggunakan kantong plastik karena langsung dikantongi, tetapi dalam struk belanja tercantum item kantong plastik.

“Kemarin (21/2) saya beli baterai tapi tidak pakai kantong plastik. Kukantongi tapi dalam struk yang pertama kali muncul adalah item kantong plastik seharga Rp200. Harus memang jeli orang lihat,” ujarnya. (fo)

Artikel di atas diambil dari Jurnal Post yang dapat dibaca di sini

Bagikan

Tiza Mafira

Executive DirEctor

Tiza has led Diet Plastik Indonesia, and co-founded it, since 2013. She feels grateful that the environmental law knowledge she learned in college can be used to make changes. In her spare time, Tiza enjoys making doll houses out of cardboard for her children and doing water sports. Tiza is an alumna of the Faculty of Law, University of Indonesia (2002) and Harvard Law School (2010).

Tiza Mafira

Executive DirEctor

Tiza memimpin Dietplastik Indonesa, dan turut mendirikannya, sejak 2013. Ia merasa bersyukur ilmu hukum lingkungan yang dipelajarinya ketika kuliah dapat digunakan untuk membuat perubahan. Pada waktu senggang, Tiza senang membuat rumah boneka dari kardus untuk anak-anaknya dan melakukan olahraga air. Tiza adalah alumna Fakultas Hukum Universitas Indonesia (2002) dan Harvard Law School (2010).