,

Pelaku Bisnis Harus Bisa Memanfaatkan Kebijakan Kantong Plastik Berbayar

3 Maret 2016

KOMPAS.com – Pelaku bisnis harus bisa memanfaatkan kebijakan kantong plastik berbayar. Salah satunya dengan menyediakan kantong kain yang wajib dibawa saat berbelanja baik di pasar tradisional hingga ke pasar-pasar modern. “Saya punya banyak ide untuk memanfaatkan kantung kain itu,” tutur Direktur Utama PT Sido Muncul Tbk Irwan Hidayat pada Kamis (3/3/2016) di Jakarta.

Di dalam kesempatan itu, terang Irwan, perusahaan yang menjadi emiten Bursa Efek Indonesia (BEI) dengan kode SIDO itu meluncurkan iklan layanan masyarakat bertema peduli lingkungan. Fokus tayangan dengan bintang iklan produk Tolak Linu yakni penyanyi Tantri dari grup musik Kotak itu adalah mengubah sikap banyak orang untuk membiasakan diri mengurangi sampah plastik dengan membawa kantong kain setiap kali berbelanja.

Dalam kesempatan itu, hadir Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya Bakar, Kepala Dinas Kebersihan DKI Jakarta Isnawa Aji, penyanyi Tantri dari grup musik Kotak, Direktur Jenderal Kimia, Tekstil, dan Aneka Kementerian Perindustrian Harjanto.

Sebagaimana diketahui, sejak 21 Februari 2016, pemerintah memberlakukan kebijakan kantung plastik berbayar. Ketentuan ini termaktub dalam Surat Edaran Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor S.1230/PSLB3-PS /2016 tentang Harga dan Mekanisme Penerapan Kantong Plastik Berbayar. Tercatat ada 23 kota di seluruh Indonesia yang berpartisipasi di dalam program itu. Bentuk nyata kebijakan itu adalah masyarakat wajib membayar Rp 200 per kantong plastik saat berbelanja di supermarket, minimarket, dan toko-toko. Program akan berlangsung sebagai uji coba sepanjang tiga bulan ke depan. “Juni kami akan mengevaluasi lagi,” kata Menteri Siti Nurbaya Bakar sembari menambahkan bahwa informasi terkini sudah menunjukkan ada tambahan 23 kota/kabupaten lagi yang ingin melakukan uji coba kantong plastik berbayar.

Kampanye

Josephus PrimusDirektur Utama PT Sido Muncul Tbk Irwan Hidayat dengan stiker Rumah Ramah Lingkungan. Menurutnya, proses memilah sampah dan membiasakan diri mengurangi sampah plastik sudah tumbuh mulai dari rumah.

Lalu, terkait pelaku bisnis, Irwan Hidayat membeberkan idenya. Dalam waktu singkat, pihaknya akan melakukan kampanye kantong kain di berbagai pasar tradisional. Tapi, kampanye ini, lanjut Irwan harus tetap berjalan sesuai bisnis perusahaan. “Kami akan menawarkan kantong kain kepada konsumen asalkan mereka membeli produk Tolak Linu,” tutur Irwan.

Selain itu, dengan menggandeng Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, imbuh Irwan, pihaknya akan mempopulerkan stiker bertuliskan Rumah Ramah Lingkungan. Stiker itu ditempel di bagian depan rumah agar terlihat oleh para pemulung. Pada rumah dengan stiker itu, penghuninya sudah melakukan pemilahan sampah mulai dari sampah yang bisa didaur ulang maupun tidak.

Menurut Irwan, dengan cara itu, proses memilah sampah dan membiasakan diri mengurangi sampah plastik sudah tumbuh mulai dari rumah. “Cara itu juga memberi nafkah bagi para pemulung,” demikian Irwan Hidayat.

Josephus PrimusMenteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya Bakar. Foto diambil pada Kamis (3/3/2016).

Artikel di atas diambil dari Kompas.com yang dapat dibaca di sini
Bagikan

Tiza Mafira

Executive DirEctor

Tiza has led Diet Plastik Indonesia, and co-founded it, since 2013. She feels grateful that the environmental law knowledge she learned in college can be used to make changes. In her spare time, Tiza enjoys making doll houses out of cardboard for her children and doing water sports. Tiza is an alumna of the Faculty of Law, University of Indonesia (2002) and Harvard Law School (2010).

Tiza Mafira

Executive DirEctor

Tiza memimpin Dietplastik Indonesa, dan turut mendirikannya, sejak 2013. Ia merasa bersyukur ilmu hukum lingkungan yang dipelajarinya ketika kuliah dapat digunakan untuk membuat perubahan. Pada waktu senggang, Tiza senang membuat rumah boneka dari kardus untuk anak-anaknya dan melakukan olahraga air. Tiza adalah alumna Fakultas Hukum Universitas Indonesia (2002) dan Harvard Law School (2010).