Pasar Sindu Perlu Solusi Pengganti Kantong Kresek

Pasar tradisional bebas plastik adalah pekerjaan yang sangat menantang, pasalnya sampai saat ini belum ditemukan pasar bebas plastik di kota Denpasar atau bahkan di Bali. Padahal peraturan pemerintah tentang pengurangan kantong plastik sekali pakai sudah 3 tahun diterbitkan sejak tahun 2018.

Sosialisasi dan kampanye kepada pedagang dan pembeli ternyata tidak cukup, yang diperlukan mereka adalah menemukan alternatif pengganti. Pedagang tidak mau kehilangan pembeli demikian juga pembeli tidak mau repot karena harus membawa bahan belanjaannya yang tanpa wadah/pembungkus.

Dilema, harga kantong plastik dibandingkan harga daun atau pembungkus lain jauh berbeda. Pembungkus daun atau kantong ramah lingkungan sangat mahal. Sementara pedagang ditekan agar tidak menyiapkan pembungkus kantong plastik. Sedangkan pembeli juga belum banyak yang sadar membawa tas pakai ulang atau kotak-kotak dari rumah.

Pasar Sindu Sanur didampingi oleh Pusat Pendidikan Lingkungan Hidup (PPLH Bali) dan Gerakan Diet Kantong Plastik (GIDKP) didukung Canada Fund dan DKLH Propinsi  Bali sedang mencari alternatif terutama pengganti kantong kresek. Upaya ini untuk menjawab persoalan penggunaan kresek di Pasar Sindu rata-rata perhari 2.969 lembar (data riset PPLH Bali 2021). Artinya belum ada penurunan signifikan seperti di pasar ritel/pasar modern.

Dalam dialog ujicoba Pasar Bebas Plastik Pasar Sindu Minggu, 9 Januari 2022 di pelataran banyak masukan datang dari pedagang, komunitas peduli sampah, LSM, akademi dan Pemerintah. Yang menjadi diskusi seru adalah pengganti pembungkus canang. “saya belum bisa mengganti kresek, karena pembeli maunya canang  tidak boleh layu, tidak berceceran dan nanti sampai rumah mudah dimasukan kulkas, ujar ibu Putu pedagang canang di Pasar Sindu.

Bapak Gede Sudiana Kepala Pasar Sindu memberikan masukan kembali ke zaman dulu menggunakan besek. Besek itu satu paket dengan tutupnya, jangan beseknya dikurangi karena tutupnya dijual lagi. Jadikan kelebihan besek itu sebagai Yadnya”.  Ditambahkan oleh Robi-Navicula “yadnya itu suci, tetapi kita tidak sadar menggunakan plastik lalu meninggalkannya dan menjadikan pura leteh/kotor. Jadi kita kehilangan makna suci itu sendiri”.

Perubahan memang memerlukan waktu tetapi jika ada komitmen dan pengawasan atau bahkan adat turut mendukung pasti bisa terlaksana pasar bebas plastik. Pesan Gubernur Bali intinya adalah pengurangan, bukan menghilangkan 100%, habiskan yang masih tersisa dan gunakan terus berulang-ulang agar tidak menciptakan sampah plastik yang baru, tambah pak I Made Dwi Arbani Kepala BidangPengelolaan Sampah, Limbah B3 dan PPKLH DKLH Propinsi Bali.

Menurut Tiza Mafira Direktur GIDKP, “jika orang yang sama pergi ke pasar modern bisa membawa tas sendiri, tetapi mengapa ketika ke pasar tradisional enggan membawa tas sendiri? Ternyata jawabannya karena pedagang masih memberikan kresek. Lalu saya bertanya kepada seorang pedagang di Pasar Tebet, berapa untung jika tidak memberikan kresek? jawabnya Rp 500.000 perbulan. Saya rasa pengalaman ini bisa menginspirasi pedagang pasar tradisional di Pasar Sindu”.

Alternatif pengganti kresek terutama untuk pembungkus canang atau daging harus ditemukan. Perlu kerjasama seluruh stakeholder baik pemerintah, LSM dan swasta agar bisa mensukseskan Perwali 36 dan Pergub Bali 97 dalam pengurangan penggunaan plastik sekali pakai di Pulau Bali ini. “Pasar Sindu sangat terbuka menerima masukan agar bisa menjadi pilot project pasar bebas plastik. Sehingga nantinya bisa dikembangkan di pasar-pasar lain di Bali. PPLH Bali sampai saat ini juga telah mengedukasi pedagang, pembeli, memproduksi poster, video, audio iklan layanan masyarakat dan terus monitoring bekerjasama dengan relawan dari  Universitas Warmadewa dan STT Sanur Kaja, ujar catur yudha hariani direktur PPLH Bali.

Bagikan

Tiza Mafira

Executive DirEctor

Tiza has led Diet Plastik Indonesia, and co-founded it, since 2013. She feels grateful that the environmental law knowledge she learned in college can be used to make changes. In her spare time, Tiza enjoys making doll houses out of cardboard for her children and doing water sports. Tiza is an alumna of the Faculty of Law, University of Indonesia (2002) and Harvard Law School (2010).

Tiza Mafira

Executive DirEctor

Tiza memimpin Dietplastik Indonesa, dan turut mendirikannya, sejak 2013. Ia merasa bersyukur ilmu hukum lingkungan yang dipelajarinya ketika kuliah dapat digunakan untuk membuat perubahan. Pada waktu senggang, Tiza senang membuat rumah boneka dari kardus untuk anak-anaknya dan melakukan olahraga air. Tiza adalah alumna Fakultas Hukum Universitas Indonesia (2002) dan Harvard Law School (2010).