MESKI sudah terlambat, kata orang kan lebih baik terlambat dari pada tidak. Jadi kebijakan yang berorientasi kepada peningkatan kondisi dan kualitas lingkungan hidup akan berdampak sangat luas ke masyarakat.
Soal penggunaan kantong plastik, seharusnya ini kebijakan yang sudah lama diambil, kita sudah lama mendorong pemerintah. Terkait pelaksanaan, sebaiknya dilakukan upaya lebih lanjut, tidak hanya berhenti di level produsen.
Karena kalau tingkat produksinya masih tinggi maka akan tetap sama saja. Artinya harus ada policy yang membatasi itu di tingkat produksi. Kemudian juga produk sejenis yang selama ini dikategorikan tidak ramah lingkungan.
Untuk menerapkan kebijakan penggunaan kantong plastik, pendidikan konsumen penting, karena apa artinya kebijakan kalau kemudian di tingkat pengguna tidak ada pengetahuan dan kesadaran yang cukup. Sehingga ini harus digarap.
Pemberdayaan konsumen di sini menjadi penting. Terkait dengan harga, disini sebagai sarana untuk pendidikan, supaya orang tidak menggunakan itu.
Tetapi hambatan yang bisa muncul adalah ketika konsumen punya daya beli.
Hasil pengamatan kami, justru memang kesadaran konsumen yang rendah itu adalah konsumen menengah atas.
Maksud saya, kemampuan daya beli itu mengabaikan hal-hal yang baik yang seharusnya dilakukan.
Ya, ini hanya sebuah asumsi awal. Kemungkinan tidak akan berdampak luas kalau bertemu dengan kelompok konsumen yang semacam ini.
Akhirnya terkait kebijakan itu, maka berapapun akan dibayar, ini satu hal yang harus diantisipasi juga. Sehingga kalau perlu mahal.
Berbicara menengah ke bawah, mereka akan berpikir, masa saya belanja lebih murah dari plastiknya.
Bisa dianalogikan dengan rokok, ketika itu masih terjangkau, kepedulian orang untuk melindungi kepentingan kesehatan lingkungan agak kurang.
Tetapi kalau itu diarahkan dengan policy yang ekstrem maka ya pasti masyarakat mikir. Hal ini harus dengan pendekatan komperhensif dan jangan parsial, jangan sepotong-potong.
Policy juga harus melihat ke semua pihak yang berkepentingan. Kita lihat efektivitasnya seperti apa. (*)
Artikel ini diambil dari Tribun yang dapat dibaca di sini