, , ,

Kunjungan GIDKP ke Bank Sampah Malaka Sari, Jakarta

Penyelesaian permasalahan sampah perlu dilihat dengan pengelolaan sampah yang tepat di sumbernya. Sampah rumah tangga menjadi salah satu sumber sampah yang menumpuk di TPS/TPA. Padahal, warga dapat belajar mengelola sampah di rumahnya, misalnya sampah organik, dan dapat membentuk sebuah bank sampah untuk mengelola sampah anorganik atau sampah-sampah lain yang sulit dikelola di rumah. Adalah bank sampah Malaka Sari yang memulai gerakan untuk memberikan edukasi kepada warga di setiap rumah untuk dapat mengelola sendiri sampah yang dihasilkan. Bank Sampah yang berada di RW 03, Kelurahan Malaka Sari, Kecamatan Duren Sawit, Jakarta Timur ini dipelopori oleh Pak Prakoso, yang mencita-citakan adanya pengelolaan sampah berbasis masyarakat. Cita-cita itu terwujud dengan didirikannya Bank Sampah Malaka Sari, yang kini dikelola oleh tim berjumlah 10 orang.

Tim GIDKP bersama Pak Prakoso, pemrakarsa Bank Sampah RW.03

GIDKP berkesempatan untuk mengunjungi dan bertemu langsung dengan Pak Prakoso untuk melihat apa saja yang telah dilakukannya dan tim untuk mengelola sampah di Malaka Sari. Sudah menjadi kebiasaan bagi warga di sana untuk memilah sampah dari dalam rumah. Sampah anorganik yang terkumpul di rumah warga dibawa ke bank sampah secara berkala. Dengan menjadi nasabah di bank sampah, warga bisa mendapatkan uang dari sampah anorganik yang mereka berikan ke bank sampah tersebut.

Proses kerja dari bank sampah ini tidaklah rumit. Sampah yang telah dipilah dari rumah memiliki nilai yang jauh lebih tinggi dibandingkan dengan sampah yang tercampur. Sampah itu akan diproses (dibersihkan, dicacah, dsb) di bank sampah, kemudian dijual ke industri yang membutuhkan hasil pengelolaan dari bank sampah. Sementara itu, sampah organik yang dikelola sendiri oleh warga RW 03 di rumah dijadikan material kompos dengan diolah menggunakan komposter yang terdapat di setiap rumah.

Sebagian kecil sampah kardus yang dikumpulkan di bank sampah RW.03 Malaka Sari

Jika kita berjalan menyusuri RW 03, terlihat rumah-rumah yang saling berdekatan, terpisahkan oleh jalan-jalan yang relatif sempit dan nyaris tidak ada ruang untuk pekarangan. Akan tetapi, suasana di sana sangat asri. Setiap rumah diwajibkan memiliki setidaknya 10 pot berisi tanaman, yang diletakkan di depan rumah. Warga yang memang menyukai tanaman bisa memiliki lebih dari 10 pot. Tanah pun tidak dilapis aspal, melainkan conblock agar dapat tetap menyerap air hujan. Dari suasana ini, nampak bahwa warga RW 03 mengupayakan pelestarian lingkungan secara menyeluruh, tidak hanya terbatas pada bank sampah saja.

Urban farming juga merupakan salah satu hal yang dibanggakan oleh warga RW 03. Di antara rumah-rumah setempat, terdapat lahan kosong yang digunakan untuk bercocok tanam. Beberapa ibu-ibu, yang disebut ibu petani perkotaan, secara bergilir merawat tanaman di sana. Setiap RT mengirim dua ibu petani perkotaan. Jika dikalikan dengan jumlah RT yaitu 18, total terdapat 36 ibu petani perkotaan. Mereka memanfaatkan material kompos hasil olahan sampah organik warga, baik untuk bertanam biasa maupun hidroponik. Tanaman mereka beragam, antara lain cabai, jeruk nipis, dan bayam merah. Waktu panennya pun berbeda-beda. Ketika tiba waktu panen, hasil panen dibagikan ke setiap RT.

Kebun Urban Farming “Delima Cantik” yang dikelola Ibu-ibu PKK RW.03 Malaka Sari

Tak hanya itu, para ibu yang ada di RW 03 rutin berkumpul, minimal satu kali dalam seminggu, untuk membuat prakarya daur ulang. Hari Jumat menjadi hari dimana mereka sering berkumpul karena pada saat itulah biasanya banyak botol kemasan air minum yang digunakan dari para jamaah masjid yang selesai menjalankan shalat Jumat. Mereka bersama-sama mengumpulkan botol kemasan tersebut, mengolah kemasan bekas menjadi  bentuk produk lain dan bisa dipakai kembali, contohnya adalah payung dan tas.

Bank sampah itu tidak bisa perorangan. Bank sampah itu melibatkan masyarakat”, ujar Pak Prakoso. Begitu penting keterlibatan masyarakat dalam menciptakan bank sampah yang baik. Hal lain yang menjadi penting bagi Pak Prakoso adalah edukasi lingkungan. “Belajar TK, SD, PAUD, usia dini sudah harus mulai tahu”, ujarnya.

Salah satu kunci keberhasilan Bank Sampah Malaka Sari adalah gencarnya sosialisasi yang dilakukan kepada warga. Perubahan perilaku warga tidak terjadi secara instan. Namun  berkat upaya yang terus dilakukan oleh para pelopor, kini warga RW 03 menyadari pentingnya pengelolaan sampah dan pelestarian lingkungan secara umum. Muncul kemauan dari diri mereka sendiri untuk melakukan berbagai kegiatan tanpa dipaksa. Bahkan, mereka bangga melakukan kegiatan tersebut. Membangun kesadaran masyarakat sangat penting dalam menciptakan perubahan yang dapat bertahan, layaknya di Malaka Sari.

Bagikan

Tiza Mafira

Executive DirEctor

Tiza has led Diet Plastik Indonesia, and co-founded it, since 2013. She feels grateful that the environmental law knowledge she learned in college can be used to make changes. In her spare time, Tiza enjoys making doll houses out of cardboard for her children and doing water sports. Tiza is an alumna of the Faculty of Law, University of Indonesia (2002) and Harvard Law School (2010).

Tiza Mafira

Executive DirEctor

Tiza memimpin Dietplastik Indonesa, dan turut mendirikannya, sejak 2013. Ia merasa bersyukur ilmu hukum lingkungan yang dipelajarinya ketika kuliah dapat digunakan untuk membuat perubahan. Pada waktu senggang, Tiza senang membuat rumah boneka dari kardus untuk anak-anaknya dan melakukan olahraga air. Tiza adalah alumna Fakultas Hukum Universitas Indonesia (2002) dan Harvard Law School (2010).