HASIL pemantauan dan evaluasi yang dilakukan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan di 27 daerah menunjukkan hasil yang memuaskan, yaitu terjadinya pengurangan kantong plastik rata-rata di atas 50% bahkan ada yang mencapai hingga 82,90%.
SETELAH teijadi “simpang siur”, pemerintah melalui Dirjen Pengelolaan Sampah, limbah, dan Bahan Beracun, Berbahaya Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan menyatakan program kantong plastik berbayar tetap berlanjut. Cakupannya pun meluas, bukan hanya 27 kabupaten/kota seperti sebelumnya, tetapi diberlakukan secara nasional. Seperti diberitakan harian ini, Kamis (9/6/2016), keberlanjutan program kantong plastik berbayar telah diinformasikan melalui surat edaran baru yang dikirimkan ke setiap daerah. Surat edaran tersebut menyatakan, program kantong plastik berbayar yang selesai pada 31 Mei 2016 akan berjalan kembali terhitung 1 Juni 2016. Program ini akan terus berlanjut sampai peraturan Menteri LHK mengenai kantong plastik berbayar terbit.
Kami menyambut keberlanjutan peraturan ini karena akan mengurangi jumlah sampah plastik yang kini mulai merusak lingkungan dan menjadi salah satu penyebab terjadinya global warming atau pemanasan global. Diperkirakan, 1 triliun kantong plastik digunakan penduduk dunia dalam 1 tahun. Ini berarti ada sekitar 1 juta kantong plastik per menit. Diperkirakan setiap orang menghabiskan 170 kantong plastik setiap tahun. Untuk membuatnya, diperlukan 12 juta barel minyak per tahun, sumber energi yang mulai langka dan sangat dibutuhkan manusia, serta 14 juta pohon ditebang. Selain itii, kantong plastik yang biasa kita pakai sehari-hari ternyata mengandung zat karsinogen yang berbahaya karena berasal dari proses daur ulang yang diragukan kebersihannya. Zat pewarnanya juga bisa meresap ke dalam makanan yang dibunglcusnya dan menjadi racun.
Saat ini, Indonesia menjadi negara produksi sampah plastik terbesar kedua setelah Tiongkok. Data dari Jambeck (2015), Indonesia menghasilkan sampah plastik yang dibuang ke laut 187,2 juta ton, sedangkan Tiongkok yang mencapai 262,9 juta ton. Berdasarkan Data Nielsen 2015, penggunaan plastik dari industri ritel di Indonesia hanya 26%, sedangkan penggunaan kantong plastik di pasar rakyat atau pasar tradisional mencapai 74%. Diperkirakan total sampah Indonesia pada 2019 mencapai 68 juta ton. Sebanyak 14% di antaranya merupakan sampah plastik. Target pengurangan sampah keseluruhan secara nasional mencapai 20% hingga 2020.
Yang patut mendapat apresiasi adalah kesadaran warga yang berbelanja di ritel, untuk mengurangi penggunaan kantong palstik. Hasil pemantauan dan evaluasi yang dilakukan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan di 27 daerah menunjukkan hasil yang memuaskan, yaitu teijadinya pengurangan kantong plastik rata-rata di atas 50%, bahkan ada yang mencapai hingga 82,90%. Pemantauan yang dilakukan hingga April lalu menunjukkan bahwa di Kota Bandung, penggunaan kantong plastik berkurang hingga 48,96%, Jakarta Utara 61,40%, Palembang 60,46%, Pekanbaru 40%, dan Tangerang Selatan 82,90%. Selain itu, Badan Pusat Statistik juga mencatat penurunan impor plastik yang cukup signifikan dan itu menghemat devisa negara sekitar 11 juta dolar AS.
Peran pemerintah daerah dalam program ini sangat sentral. Sebut saja di Purwakarta, yang menghentikan sama sekali kantong plastik. Ritel dianjurkan agar tidak memberikan kantong plastik. Banjarmasin pun melakukan hal serupa, minta tidak disediakan kantong plastik. Selain peran pemerintah daerah, peran ritel juga menjadi pertimbangan yang menentukan berhasil tidaknya program tersebut.
Untuk keberlangsungan program ini, pemerintah juga harus terus masih mengampanyekan pengurangan kantong plastik, bukan saja di ritel, juga di pasar-pasar tradisional yang sebenarnya menjadi pengguna terbesar dari kantong plastik ini. Kita, khususnya warga Kota Bandung dan Jawa Barat, bisa belajar dari Bangladesh untuk pengurangan penggunaan sampah, plastik ini. Banjir yang selalu menyergap negara miskin ini menjadi alasan Bangladesh, bukan hanya mengurangi, tetapi melarang pemakaian kantong plastik. Setelah melakukan analisis, penyebab terbesar dari banjir yang sering teijadi di negara tersebut, ternyata kantong-kan-tong plastik yang menyumbat saluran-saluran air. Kondisi seperti ini sering teijadi di kota-kota di Jawa Barat. Akhirnya, pada 2002 Bangladesh menjadi negara yang pertama kali melakukan gerakan antikantong plastik ini. Penggantinya, yaitu tas berbahan goni atau bahan lain yang bisa terurai dengan mudah di alam. Indonesia, khususnya Jawa Barat, memiliki bahan-bahan alami yang bisa menjadi pengganti kantong plastik untuk membawa barang belanjaan. ***
Sumber : Pikiran Rakyat Edisi 10 Juni 2016 Halaman 26