Indonesia​ ​Menjawab​ ​Tantangan​ ​Global: Sebuah​ ​Visi​ ​Untuk​ ​Masa​ ​Depan​ ​Bebas​ ​Polusi​ ​Plastik 

Untuk disiarkan segera

Jakarta, 15 September 2016 – Sebuah terobosan visi global baru untuk masa depan yang bebas dari polusi plastik dirilis hari ini oleh jaringan 90 LSM. Visi global baru ini memaparkan 10 prinsip dengan tujuan akhir menciptakan ‘masa depan yang bebas dari polusi plastik’. Aksi ini merupakan langkah pertama dari gerakan global untuk mengubah secara mendasar persepsi dan penggunaan plastik.

Para ilmuwan memprediksi bahwa tanpa tindakan cepat tanggap dan mendesak akan ada lebih banyak plastik daripada ikan di laut pada tahun 2050, yang akan mengancam keanekaragaman hayati laut dan mempercepat penyebaran dan sirkulasi racun ke dalam pangan laut yang kita konsumsi. Beberapa studi menunjukkan bahwa pencemaran plastik dari Indonesia tersebar luas ke perairan internasional dan telah memasuki rantai makanan. Plastik dalam ukuran mikro juga ditemukan dalam perut ikan yang dikonsumsi di pasar Indonesia. Hal ini merupakan ancaman besar bagi Indonesia sebagai negara maritim dan tanggung jawab kepada komunitas global.

Meskipun bahaya paparan polusi plastik mengancam kesejahteraan manusia dan planet kita, pemerintah dan industri sejauh ini gagal mewujudkan perubahan sistemik yang diperlukan untuk memecahkan masalah tersebut. Padahal, UU 18/2008 telah memandatkan kebijakan pengurangan sampah secara mendasar.

Di Indonesia, penerapan kebijakan bea masuk yang tinggi untuk bahan baku plastik akan memberi peluang besar untuk mengurangi penggunaan plastik secara mendasar dan mencegah terciptanya sampah plastik. Namun, hal ini tidak dapat dilakukan tanpa komitmen penuh penyusun kebijakan terhadap siklus hidup plastik mulai dari ekstraksi minyak, desain, sampai ke tahap akhir produk.

“Ini pertama kalinya kelompok-kelompok dari seluruh dunia berkumpul bersama-sama untuk merumuskan solusi untuk masalah polusi plastik. Deklarasi Tagaytay adalah awal dari sebuah gerakan yang akan membuat pemerintah, kota-kota dan perusahaan-perusahaan mengambil tindakan segera dan ambisius untuk mengatasi masalah yang berkembang dengan pesat ini,” ujar David Sutasurya, salah satu penggagas #BreakFreeFromPlastic yang juga Direktur YPBB.

“Jumlah plastik yang luar biasa besar ini digunakan oleh para pendukung teknologi termal untuk membenarkan teknologi pembakaran atas nama ‘waste to energy’,” lanjut Yuyun Ismawati, Co-Coordinator Koalisi Nasional Tolak Bakar Sampah yang juga pemenang Goldman Environmental Prize 2009.

“Kami mendukung salah satu prinsip dari gerakan global ini yaitu: Tidak ada insinerator baru yang dibangun, dan insentif energi terbarukan untuk pembakaran plastik dan sampah harus dihentikan. Hal ini termasuk gasifikasi, pirolisis, tanur semen, dan fasilitas “sampah menjadi energi” lain dengan teknik pembakaran,” tegas Yuyun Ismawati.

Pemerintah Indonesia dan perusahaan multinasional harus bertanggungjawab atas penggunaan plastik dalam pola produksi dan konsumsi serta kerusakan lingkungan yang dihasilkan, yang seringkali sangat berdampak pada kelompok-kelompok rentan dan sensitif di seluruh dunia. Kami menentang segala bentuk double standard yang diterapkan negara lain dan perusahaan multinasional kepada Indonesia maupun negara berkembang lainnya, terkait isu plastik dan teknologi thermal. Tanpa usaha yang kuat dan terintegrasi, serta komitmen dari penyusun kebijakan, sektor bisnis akan terus menggunakan plastik tanpa pandang bulu dan polusi yang terjadi akan lebih intensif.

Koalisi LSM Indonesia untuk plastik dan zero waste berjuang untuk perubahan kebijakan untuk masa depan yang bebas dari polusi plastik.

Lihat pernyataan visi dalam video dan membaca lebih lanjut tentang proyek #BreakFreeFromPlastic.

Kontak Pers: 

Penandatangan (signatories) Deklarasi Tagaytay #BreakFreeFromPlastic dari Indonesia:

  1. BaliFokus
  2. Perkumpulan Gerakan Indonesia Diet Kantong Plastik
  3. YPBB
  4. Greeneration Foundation
  5. Ecoton

DOWNLOAD PRESS RELEASE

Bagikan

Tiza Mafira

Executive DirEctor

Tiza has led Diet Plastik Indonesia, and co-founded it, since 2013. She feels grateful that the environmental law knowledge she learned in college can be used to make changes. In her spare time, Tiza enjoys making doll houses out of cardboard for her children and doing water sports. Tiza is an alumna of the Faculty of Law, University of Indonesia (2002) and Harvard Law School (2010).

Tiza Mafira

Executive DirEctor

Tiza memimpin Dietplastik Indonesa, dan turut mendirikannya, sejak 2013. Ia merasa bersyukur ilmu hukum lingkungan yang dipelajarinya ketika kuliah dapat digunakan untuk membuat perubahan. Pada waktu senggang, Tiza senang membuat rumah boneka dari kardus untuk anak-anaknya dan melakukan olahraga air. Tiza adalah alumna Fakultas Hukum Universitas Indonesia (2002) dan Harvard Law School (2010).