,

Inaplas Soroti Manajemen Sampah dan Pengelolaan Dana Plastik

22 Februari 2016

Jakarta, CNN Indonesia — Asosiasi Olefin Aromatik dan Plastik Indonesia (Inaplas) mencatat konsumsi produk plastik di Tanah Air pada tahun lalu mencapai 4,7 juta ton. Dari jumlah tersebut, 30 persennya merupakan produk plastik kemasan.

Wakil Ketua Umum Inaplas Budi Susanto Sadiman memperkirakan konsumsi plastik masih akan tumbuh sekitar 6-7 persen pada tahun ini sekalipun pemerintah menerapkan kebijakan kantong plastik berbayar di ritel-ritel modern.

“Rata-rata pertumbuhan konsumsi plastik itu 1 persen di atas pertumbuhan ekonomi. Jadi tahun ini kami perkirakan di atas 5,5 persen atau 6-7 persen,” ujarnya kepada CNN Indonesia, Senin (22/2).

Menurutnya, dari total pemakaian produk plastik 4,7 juta ton pada tahun lalu, produksi dalam negeri hanya mampu memenuhi 3 juta ton. Sementara sisanya, 1,7 juta ton masih harus diimpor.

“Dari 3 juta ton produksi plastik nasional, sebagian besar bahan bakunya masih harus diimpor karena pasokan dalam negeri tidak bisa memenuhi kebutuhan industri,” tuturnya.

Menanggapi kebijakan kantong plastik berbayar, Budi Susanto menyoroti pentingnya manajemen sampah dan pengelolaan dana hasil penjualan kantong plastik yang transparan dan tersistematis dengan baik.

Dia berharap, kebijakan kantong plastik berbayar diimbangi dengan pengembangan sistem manajemen sampah yang lebih baik. Untuk itu, Budi menyarankan adanya badan khusus yang bisa mengatur penggunaan dana hasil penjualan kantong plastik untuk membangun sistem daur ulang sampah yang terintegrasi dengan industri pengolahan plastik.

“Inaplas mendukung uji coba plastik berbayar, tapi harus diikuti dengan beberapa program pengelolaan sampah plastik sehingga uang yang terkumpul bisa untuk membangun industri plastik yang berkelanjutan,” tuturnya.

Dengan asumsi harga Rp200 per kantong plastik dan potensi pemakaian 5 juta ton plastik tahun ini, maka ada potensi pemasukkan sekitar Rp1 miliar dari penjualan kantong plastik.

Bisnis Menjanjikan

Seharusnya, kata Budi, pemerintah menggalakkan kebijakan pengurangan sampah plastik dan bukan mendorong pengurangan produk plastik. Untuk itu, perlu didorong produksi kantong plastik yang mudah terurai atau produk plastik berkualitas tinggi yang bisa dimanfaatkan berulang kali.

“Dengan demikian bisnis sampah plastik akan menjadi profitable, terutama untuk bisnis daur ulang sampah,” katanya.

Dengan adanya Masyarakat Ekonomi Asean (MEA), Budi memperkirakan tingkat konsumsi plastik di Indonesia bakal melonjak menjadi 8 juta ton pada 2020.

“Itu bisa menjadi peluang selama kita punya bahan baku yang cukup dan kompetitif,” tuturnya.

Untuk itu, lanjutnya, Inaplas tengah merintis pengembangan industri petrokimia dan plastik nasional yang berdaya saing dengan memaksimalkan pemanfaatan batubara dan gas di industri pengolahan (refinery) pemasok bahan baku. (ags)

 

Artikel di atas dapat dibaca di CNN Indonesia

Bagikan

Tiza Mafira

Executive DirEctor

Tiza has led Diet Plastik Indonesia, and co-founded it, since 2013. She feels grateful that the environmental law knowledge she learned in college can be used to make changes. In her spare time, Tiza enjoys making doll houses out of cardboard for her children and doing water sports. Tiza is an alumna of the Faculty of Law, University of Indonesia (2002) and Harvard Law School (2010).

Tiza Mafira

Executive DirEctor

Tiza memimpin Dietplastik Indonesa, dan turut mendirikannya, sejak 2013. Ia merasa bersyukur ilmu hukum lingkungan yang dipelajarinya ketika kuliah dapat digunakan untuk membuat perubahan. Pada waktu senggang, Tiza senang membuat rumah boneka dari kardus untuk anak-anaknya dan melakukan olahraga air. Tiza adalah alumna Fakultas Hukum Universitas Indonesia (2002) dan Harvard Law School (2010).