Sistem Guna Ulang: Solusi di Tengah Krisis Sampah Plastik

Isu sampah plastik kemasan masih menjadi momok yang sangat menakutkan. Berdasarkan penelitian Greenpeace Indonesia, plastik menjadi kategori plastik yang paling banyak digunakan oleh masyarakat.Terhitung pada rentang tahun 2013 hingga 2050, diproyeksikan produksi plastik akan mengalami peningkatan empat kali lipat menjadi 318 juta metric ton pada tahun 2050 [1]. Tanpa adanya penyediaan solusi dari sistem pengganti plastik kemasan, krisis sampah plastik akan terus meningkat dan tidak dapat dihindari lagi. 

Melihat urgensi tersebut, sudah seharusnya masyarakat mulai melakukan penyesuaian untuk mengurangi penggunaan plastik sekali pakai dalam kegiatan sehari-harinya. Salah satunya dengan cara memilih sistem guna ulang untuk kebutuhan sehari-hari. Selain itu, bijak memilih produsen yang menyediakan pilihan produk zero waste juga bisa menjadi salah satu cara untuk melawan krisis sampah plastik

Sudah menjadi kewajiban yang sangat mutlak juga bagi produsen untuk mulai memikirkan dampak lingkungan yang ditimbulkan dari produk yang dihasilkan dan segera mencari inovasi alternatif pengganti plastik kemasan. Di saat sebagian produsen masih terus memikirkan inovasi yang dapat digunakan untuk mensubstitusi kemasan plastiknya, sebagian produsen lainnya telah menerapkan solusi “progresif” dengan tidak menyediakan kemasan plastik sama sekali.

Salah satu bentuk nyata dari solusi yang progresif tersebut ialah dengan munculnya model bisnis yang mendorong gerakan bebas kemasan plastik. Berangkat dari keresahan akibat kegagalan sistem pengelolaan sampah plastik secara global yang didominasi oleh kemasan plastik sekali pakai, venture bisnis isi ulang (refil) dan guna ulang (reuse) lahir di bawah naungan Enviu ZWLL. 

Reuse merupakan solusi yang tepat untuk dikembangkan di Indonesia. Solusi ini dapat mengatasi permasalahan sampah plastik dari hulu hingga ke hilir, bukan hanya mengatasi gejalanya. Solusi ini juga memiliki berbagai keuntungan secara ekonomi yang sangat menguntungkan baik bagi konsumen maupun bagi produsen.

Koinpack misalnya, menyediakan sistem guna ulang kemasan dengan berbagai ukuran untuk produk kebutuhan rumah tangga dan perawatan tubuh. Koinpack ini cukup bersahabat di masyarakat. Menyasar warung-warung lokal hingga bank sampah yang ada di Jakarta. Inovasi ini ditawarkan oleh Enviu ZWLL sebagai pengganti plastik saset sekali pakai yang hingga kini masih dianggap sangat mudah dibawa kemana-mana dan harganya juga masih dianggap sangat murah dibandingkan kemasan yang besar.

Selain Koinpack, ada juga venture yang bernama Qyos. Berbeda dengan Koinpack, venture Qyos memiliki target untuk dapat menggantikan penggunaan plastik pouch. melalui venture ini, berbagai produk kebutuhan sehari-hari mulai dari produk personal care hingga produk untuk membersihkan rumah tangga disediakan dalam mesin isi ulang yang mengharuskan konsumen membawa wadah sendiri untuk mengemas produk yang akan dibelinya.

Inovasi tersebut tentu saja menjadi kabar yang sangat baik bagi para konsumen yang selama ini mendambakan solusi atas polusi sampah plastik yang akhirnya benar-benar terealisasi. Kebutuhan konsumen ini juga tentunya menjadi hal yang sangat penting untuk direspon oleh industri FMCG. Sehingga, dengan adanya konsistensi pengurangan penggunaan plastik sekali pakai oleh konsumen, inisiatif pengiriman produk tanpa kemasan plastik oleh distributor serta dukungan penyediaan produk isi ulang oleh produsen FMCG bukanlah sebuah hal yang mustahil untuk menghentikan krisis sampah plastik.

 

End Note:

[1] Zero Waste Living Lab (2019). Plastic Pollution Fact: Plastic Packaging Production is Predicted to Quadruple by 2050.

Bagikan

Tiza Mafira

Executive DirEctor

Tiza has led Diet Plastik Indonesia, and co-founded it, since 2013. She feels grateful that the environmental law knowledge she learned in college can be used to make changes. In her spare time, Tiza enjoys making doll houses out of cardboard for her children and doing water sports. Tiza is an alumna of the Faculty of Law, University of Indonesia (2002) and Harvard Law School (2010).

Tiza Mafira

Executive DirEctor

Tiza memimpin Dietplastik Indonesa, dan turut mendirikannya, sejak 2013. Ia merasa bersyukur ilmu hukum lingkungan yang dipelajarinya ketika kuliah dapat digunakan untuk membuat perubahan. Pada waktu senggang, Tiza senang membuat rumah boneka dari kardus untuk anak-anaknya dan melakukan olahraga air. Tiza adalah alumna Fakultas Hukum Universitas Indonesia (2002) dan Harvard Law School (2010).