Jakarta (29 Maret 2019). Kantong plastik sudah kembali berbayar di gerai-gerai toko modern sejak tanggal 1 Maret 2019 lalu secara nasional. Hal serupa pernah diujicobakan di tahun 2016 selama beberapa bulan dan berhasil menurunkan penggunaan kantong plastik hingga 55% di 27 kota. Upaya pengurangan penggunaan kantong plastik yang dilakukan melalui penerapan kebijakan kantong plastik berbayar adalah salah satu upaya yang dilakukan berbagai macam lapisan masyarakat untuk mulai berkontribusi terhadap pengurangan sampah dengan target 30% pada tahun 2025 mendatang.
Kantong plastik berbayar di Indonesia mulai diterapkan secara nasional akibat dampak dari petisi change.org/pay4plastic yang digagas oleh Tiza Mafira di laman change.org pada tahun 2013. “Saya memulai petisi #pay4plastic karena prihatin melihat kondisi lingkungan kita yang tercemar oleh sampah plastik,” ujar Tiza Mafira, yang merupakan Direktur Eksekutif Gerakan Indonesia Diet Kantong Plastik. “Hal ini saya lakukan karena menyadari bahwa selama ini kantong plastik diberikan secara gratis, sehingga digunakan berlebihan tanpa terkendali, dan berujung pada tercemarnya lingkungan kita, khususnya sungai dan laut, oleh kantong plastik ini dan mengancam keselamatan hewan yang hidup di sungai dan laut.”
Petisi #pay4plastic kemudian dilirik oleh salah satu merek kecantikan dunia yang telah mempraktekan bisnis yang bertanggung jawab terhadap keberlangsungan lingkungan hidup, The Body Shop Indonesia, dengan mengumpulkan dukungan konsumen melalui gerai-gerainya seluruh Indonesia. “Kami melihat bahwa petisi #pay4plastic ini sejalan dengan nilai perusahaan kami yang memiliki komitmen untuk terus bertanggung jawab terhadap lingkungan dan kami ingin mengajak seluruh konsumen kami untuk terlibat secara aktif terhadap gerakan ini.”, ujar Ratu Maulia Ommaya, selaku Public Relation Manager The Body Shop Indonesia.
“Perusahaan swasta memiliki komunitas tersendiri. Dimulai dari karyawan. Dari tingkatan yang paling kecil saja itu sebenarnya sudah bisa (membuat perubahan). Selain itu, sebuah brand juga punya konsumen juga dan itu akan membuat perubahan yang lebih besar lagi jangkauannya.”, lanjut perempuan yang biasa dipanggil Maya ini.
Petisi yang didukung oleh lebih dari 60,000 tanda tangan ini kemudian ditanggapi oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan pada tahun 2016 melalui penerapan uji coba di 27 kota besar di Indonesia. Meski sempat diberhentikan penerapannya oleh toko modern, mulai tahun ini, toko modern yang bernaung dalam Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) mencanangkan komitmen bersama anggotanya untuk mulai menerapkan kembali kantong plastik berbayar.
“Aprindo siap mendukung gerakan pengurangan konsumsi kantong plastik sekali pakai dan berperan aktif menanggulangi permasalahan sampah plastik di Indonesia karena ikut dalam mata rantai perdagangan yang berdampak terhadap kelestarian lingkungan. Program ini dinilai mampu mendorong perubahan sikap konsumen menjadi lebih bijak dalam menggunakan kantong plastik, seperti yang sudah dilakukan gerai Superindo dari tahun 2016 terbukti dapat mengurangi penggunaan kantong plastik,” tegas D. Yuvlinda Susanta, selaku Ketua Tim Pokja Pengurangan Kantong Plastik Tidak Gratis (KPTG).
“Dalam proses pembangunan yang berkelanjutan itu harus ada pendekatan secara lingkungan, sosial, dan ekonomi. Kantong plastik yang tidak diberikan secara gratis itu mampu mencapai itu semua. Dampak lingkungan tercapai melalui pengurangan sampah plastik dari kantong plastik, dampak sosial tercapai karena ada perubahan perilaku konsumen yang mulai mengunakan kembali tas belanja, dan dampak ekonomi juga tetap tercapai karena proses jual beli tidak terusik.”, lanjut Yuvlinda, yang juga merupakan Head of Corporate Affairs & Sustainability PT Lion Super Indo.
Sebelum kebijakan kantong plastik berbayar diterapkan kembali oleh toko modern, beberapa pemerintah daerah telah selangkah lebih maju untuk menghentikan penggunaan kantong plastik di toko modern sejak 2016. Hal ini digagas pertama kali oleh Pemerintah Kota Banjarmasin yang telah menindaklanjuti uji coba kantong plastik berbayar sejak 2016. “Selain mengurangi penggunaan kantong plastik dengan adanya Perwali sejak tahun 2016, kami juga membudayakan penggunaan tas purun sebagai pengganti kantong plastik. Selain itu juga ASN serta masyarakat, seperti murid dan guru di sekolah, dibentuk budaya seperti membawa tumbler dan bekal dari rumah serta menjadi nasabah bank sampah.” jelas Dwi Naniek Muhariyani, Kepala Bidang Tata Lingkungan Dinas Lingkungan Hidup Kota Banjarmasin.
“Kami mendata komposisi sampah itu di tahun 2013. Kemudian kami mendata lagi di 2018. Di 2013, jumlah sampah plastik secara umum itu dari 15,1% turun menjadi 12,77%.”, lanjut Dwi.
Hal senada juga diungkapkan oleh Pemerintah Kota Balikpapan yang telah menghentikan penggunaan kantong plastik sejak tahun lalu. “Melihat fakta bahwa Indonesia sebagai pencemar sampah plastik di laut kedua di dunia, sebagai kota pesisir tentunya kami memiliki kontribusi sebagai pencemar, tetapi juga kami melihat bahwa kami pun bisa menjadi solusi terhadap permasalahan ini.” tegas Suryanto, Kepala Dinas Lingkungan Hidup Kota Balikpapan.
“Ternyata dalam 1 bulan, sebanyak 56 ton sampah plastik berkurang. Dalam jangka panjang, kami sekarang mengadopsi peraturan yang ada di Provinsi Bali. Ada tiga besar plastik sekali pakai yang dilarang, yaitu sedotan plastik, polistirena, dan kantong plastik sekali pakai. Peraturan ini telah dituangkan dalam Peraturan Daerah Kota Balikpapan No. 1 Tahun 2019 tentang Pelarangan Plastik Sekali Pakai.”, lanjut Suryanto.
Namun demikian, pengurangan kantong plastik yang hanya fokus pada solusi hilir (end-of-pipe) dinilai kurang signifikan. Kementerian Keuangan tengah mempersiapkan peraturan mengenai pengenaan cukai terhadap kantong plastik guna menekan tingkat produksi terhadap kantong plastik. Pengurangan kantong plastik menjadi titik awal terhadap pengurangan sampah plastik sekali pakai lainnya.
“Ini wacana sudah dari muncul sejak tahun 2017 yang bergulir dan berproses di Kementerian Keuangan. Kalau memang berhasil, peraturan ini akan berlaku secara nasional terhadap setiap kantong plastik yg terjual ke konsumen. Merespons hal ini, teman kami, Nadia Mulya, membuat petisi untuk mendukung cukai plastik. Petisi ini jauh lebih populer dibanding #pay4plastic. Saking banyaknya, kami sampai diundang oleh Direktorat Bea Cukai Kementerian Keuangan untuk menceritakan bagaimana caranya kami bisa mendapat dukungan sebanyak ini, dsb. Mereka senang sekali dapat dukungan dari masyarakat. Kita perlu dukung ini terus supaya terus bergulir isunya dan berhasil menjadi kebijakan nasional.”, tegas Tiza Mafira.
Aliansi Zero Waste Indonesia melalui kampanye “Ban the Big 5” atau “Pantang 5 Jenis Plastik Sekali Pakai” mendorong pemerintah daerah untuk lebih tegas lagi dalam komitmennya mengurangi sampah plastik, baik di darat maupun di laut.
“Selain kantong plastik, kita juga perlu mengurangi plastik sekali pakai lainnya, seperti sedotan, polistirena, sachet (kemasan multilayer), dan microbead. Saya senang bahwa Provinsi Bali akan segera mengimplementasikan penghentian penggunaan kantong plastik, sedotan plastik, dan polistirena, pada bulan Juni mendatang, dan juga Kota Balikpapan yang menyusul Provinsi Bali. Saya yakin bahwa hal ini sangat mungkin dilakukan dan dapat diikuti oleh pemerintah di daerah lainnya.”, tegas Rahyang Nusantara, selaku Communication Officer Aliansi Zero Waste Indonesia.
“Kita sebagai makhluk hidup yang juga menumpang di planet bumi ini, kita sudah merusak bumi bertahun-tahun lamanya. Sudah cukup rasanya kita terlalu banyak memberikan toleransi kepada keegoisan manusia yang merusak planet bumi. Sudah saatnya kita tidak lagi mengorbankan lingkungan hidup untuk kegiatan ekonomi.”, imbuh Rahyang.