JAKARTA, Indonesia – Warga Jakarta mulai hari ini harus membawa sendiri tas belanja jika ingin berbelanda di pasar swalayan atau pasar tradisional. Sebab, jika meminta untuk menggunakan kantong belanja yang terbuat dari plastik maka harus membayar senilai Rp5.000,00.
Kebijakan itu diresmikan secara langsung oleh Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Siti Nurbaya Bakar, pada Minggu, 21 Februari 2016 di kawasan Bunderan Hotel Indonesia, Jakarta Pusat. Siti menjelaskan kebijakan tersebut masih berupa uji coba untuk melihat respons dari masyarakat.
“Selama enam bulan ini kami akan teliti tentang plastik berbayar ini, untuk peningkatkan kapasitas dan kualitas,” ujar Siti.
Dia mengatakan inisiatif tersebut bermula dari komunitas masyarakat dan hari ini secara serentak dilakukan. Uji coba ini tidak hanya dilakukan oleh Pemda DKI Jakarta, tetapi oleh 21 kota lainnya di seluruh Indonesia.
“Mengenai aturan masing-masing diserahkan kepada pemerintah kota. Pemerintah pusat hanya memberikan pedoman dan dukungan mengenai pelaksanaan uji coba ini,” kata dia.
Rencananya, Siti melanjutkan, kebijakan tersebut akan dievaluasi minimal tiga bulan sekali. Namun, dia optimistis kebijakan tersebut mendapat dukungan penuh dari publik.
“Saat proses evaluasi nanti akan dicek kembali oleh pemerintah pusat mengenai respons masyarakat dan apa rencana yang akan diberikan bagi warga,” tutur Siti.
Lalu, apa tindak lanjut dari kebijakan tersebut usai masa uji coba selesai? Siti mengatakan kebijakan itu akan diikuti oleh dibuatnya Peraturan Menteri (Permen).
Hemat 1 miliar setiap hari
Walikota Bandung, Ridwan Kamil yang turut serta dalam program tersebut mendukung penuh uji coba yang dilakukan Menteri Siti. Pria yang dulu menekuni profesi sebagai arsitek menjelaskan dengan menghentikan membeli tas belanja kantong plastik, maka bisa menghemat hingga Rp1 miliar setiap harinya.
“Jadi, bayangkan jika kebijakan itu berlaku selama setahun, berarti bisa menghemat biaya hingga Rp365 miliar,” kata Ridwan ketika memberikan laporan kepada Menteri Siti melalui telekonferensi.
Sebelum kebijakan itu diberlakukan, Pemkot Bandung sudah memberlakukan Peraturan Daerah Nomor 12 tahun 2011 mengenai pengelolaan sampah dan retribusi pelayanan persampahan. Ridwan turut menjelaskan, Bandung sudah mencetuskan gerakan pungut sampah sejak tahun 2014.
“Anak-anak sekolah tingkat SD hingga SMA akan memungut sampah di radius 100 meter dari sekolah mereka. Setiap mereka memungut sampah, buku saku yang diberikan akan dicap dan ditanda tangani oleh kepala sekolah atau wali kelas,” papar pria yang akrab disapa Kang Emil itu.
Batasi juga pembungkus plastik
Manajer Kampanye Walhi Nasional, Edo Rachman menilai sebaiknya Pemerintah Indonesia tidak hanya berhenti sampai membatasi penggunaan kantong plastik saja, tetapi mereka juga harus meminimalisasi pemakaian plastik sebagai pembungkus makan atau minuman yang dikonsumsi warga. Sebab, jika hal tersebut tidak dilakukan, maka sampah plastik akan tetap menumpuk.
“Rata-rata pembungkus produk konsumsi di Indonesia masih terbuat dari plastik. Di beberapa negara maju seperti Amerika Serikat, Jepang dan Singapura, pembungkus makanan sudah terbuat dari kertas,” ujar Edo yang dihubungi Rappler melalui telepon pada Minggu, 21 Februari.
Pemerintah seolah juga tidak konsisten memberlakukan kebijakannya, karena tidak mengenakan pajak bagi perusahaan yang mengimpor plastik. Selain itu, pada faktanya, pemerintah juga tidak melakukan pemilahan sampah ketika akan mengangkut dari tempat sampah di rumah tangga menuju ke tempat pembuangan akhir.
“Itu sama saja tidak memberikan contoh yang baik, padahal dalam UU No. 18 tahun 2008 mengenai pengelolaan sampah sudah diatur tata cara yang baik untuk mengelola sampah sehingga tidak membahayakan kesehatan masyarakat,” papar Edo.
Dia optimistis masyarakat akan mendukung penuh untuk meminimalisasi penggunaan plastik baik dalam produk konsumsi atau berbelanja, selama pemerintah juga memberikan contoh yang baik.
“Di kota-kota besar juga sudah ada gerakan dan komunitas yang mengajak agar meminimalisasi penggunaan sampah,” kata dia.
Apakah kamu siap untuk tidak lagi meminimalisasi penggunaan plastik? – Rappler.com
Selengkapnya dapat dibaca di sini