Mencapai Visi Indonesia Bebas Sampah Plastik Sekali Pakai Melalui Revolusi Guna Ulang

Hampir seluruh negara di dunia saat ini sedang berlomba-lomba untuk menangani berbagai isu lingkungan yang sedang terjadi, salah satunya adalah polusi sampah plastik sekali pakai. Bulan Maret 2022 lalu, negara yang tergabung menjadi anggota Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB; United Nation atau UN) baru saja mengesahkan perjanjian global untuk mengatasi isu plastik sekali pakai di tingkat global melalui ‘Global Plastic Treaty’. Indonesia, sebagai negara keempat dengan jumlah penduduk terbesar dengan tingkat konsumsi plastik sekali pakai yang cukup tinggi pun menjadi salah satu negara yang berkomitmen dalam perjanjian tersebut. Direktorat Pengelolaan Sampah Limbah dan B3 (PSLB3) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) menjadi Indonesia National Focal Point pada Intergovernmental Negotiating Committee (INC) Plastic Pollution untuk Global Plastic Treaty ini.

Sebelum adanya komitmen global tersebut, KLHK telah terlebih dulu mempersiapkan strategi untuk mengatasi isu polusi sampah plastik sekali pakai melalui berbagai peraturan, salah satunya adalah Peraturan Menteri LHK No. P75 Tahun 2019 tentang Peta Jalan Pengurangan Sampah oleh Produsen, yang dapat dijadikan dasar bagi Pemerintah Daerah untuk menyusun peraturan di masing-masing wilayahnya dengan menerbitkan Peraturan Walikota (Perwali), Peraturan Bupati (Perbup) ataupun Peraturan Gubernur (Pergub) untuk pembatasan plastik sekali pakai. Sampai saat ini, sudah ada 2 Provinsi dan 98 Kota/Kabupaten yang sudah menerapkan peraturan pembatasan sampah sekali pakai. Selain mendorong Pemerintah Daerah untuk menerbitkan peraturan, KLHK juga terus melakukan pemantauan untuk melihat kemajuan pengurangan sampah plastik sekali pakai di berbagai daerah di Indonesia, salah satunya melalui publikasi data mengenai timbulan sampah yang diperbaharui secara berkala di laman Sistem Informasi Pengelolaan Sampah Nasional atau SIPSN.

Meski sudah mulai ada tindakan preventif melalui kebijakan pemerintah, permasalahan tingginya timbulan sampah plastik sekali pakai masih menjadi problematika dikarenakan tingkat penggunaan plastik sekali pakai yang masih tinggi (over consumption). Belum lagi adanya pandemi Covid-19 yang membuat tren pembelian barang maupun makanan dan minuman secara dalam jaringan (online delivery platform). Berdasarkan data dari Pusat Penelitian Oseanografi Lembaga Ilmi Pengetahuan Indonesia (P20 LIPI) yang berjudul “Dampak Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) dan Work From Home (WFH) terhadap sampah plastik di Jabodetabek” memberikan fakta bahwa belanja online berbentuk paket meningkat sebanyak 62% dan belanja online berbentuk layanan/makanan siap saji meningkat sebanyak 47%. Frekuensi belanja online juga meningkat dari 1-5 kali/bulan menjadi 1-10 kali/bulan dan paket/makanan tersebut dikemas dengan menggunakan plastik. Permasalahan yang terus menerus terjadi ini tentunya membutuhkan solusi yang dapat diterapkan oleh masyarakat serta memiliki dampak yang berkelanjutan baik untuk lingkungan maupun untuk kesehatan. Solusi yang dimaksud pun pada akhirnya menghidupkan kembali pada kebiasaan lama atau kearifan lokal, yaitu melalui gaya hidup guna ulang. Promosi gaya hidup guna ulang pun mulai semakin digencarkan, salah satunya melalui Gerakan Guna Ulang Jakarta yang diinisiasi oleh Gerakan Indonesia Diet Kantong Plastik dan Zero Waste Living Lab by Enviu. Gerakan ini melibatkan berbagai kalangan masyarakat dan kelompok pelaku usaha sebagai bentuk upaya dalam pengurangan sampah plastik sekali pakai di DKI Jakarta. Solusi inipun sejalan dengan intervensi pembatasan plastik sekali pakai yang diatur oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Gerakan Indonesia Diet Kantong Plastik (GIDKP) berkesempatan untuk mewawancarai Eka Hilda, Ahli Muda Pengendali Dampak Lingkungan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) membahas rencana Pemerintah Indonesia dalam mengatasi polusi sampah plastik sekali pakai.

Penggunaan wadah plastik sekali pakai untuk makanan dan minuman yang di-desain semenarik mungkin oleh produsen kemasan membuat masyarakat lebih nyaman untuk menggunakan plastik sekali pakai. Kelompok masyarakat yang sadar terhadap polusi plastik sekali pakai juga tidak memiliki alternatif pilihan untuk memilih kemasan yang lebih ramah lingkungan (consumer right). Menyikapi hal ini, apakah dari KLHK sendiri sudah melakukan kerjasama dengan pihak tertentu untuk mengatur atau mengajak para pelaku usaha (produsen) beralih menggunakan kemasan yang lebih ramah lingkungan atau dapat digunakan berulang kali?

“Sejak diberlakukannya Permen LHK P75/2019, banyak sekali business opportunity dengan ide baru dan ekosistem digital untuk mendukung ambisi pengurangan sampah plastik ini. Ada 155 pelaku usaha (sampai bulan mei 2022) yang didominasi oleh start-up, bisnis tersebut adalah bisnis toko curah, upcycle, reuse, dan alternatif pengganti kemasan sebagai solusi untuk mengatasi penggunaan plastik sekali pakai. Untuk bahan material ramah lingkungan atau dapat digunakan berulang kali, dari KLHK selalu mengingatkan kepada pelaku usaha agar kemasan tersebut harus aman bagi kesehatan dan lingkungan. Tidak lupa juga untuk mengedukasi konsumen dalam hal pengelolaan produk guna ulang yang nantinya dapat digunakan kembali. Bagi pelaku usaha yang sudah mulai memberikan alternatif wadah ramah lingkungan ini, ada insentif yang dapat diberikan oleh KLHK dengan mensosialisasikan peta jalan dengan produsen atau pelaku usaha mana saja yang sudah mengaplikasikan inisiatif pengurangan sampah. Saat ini, KLHK sedang melakukan kajian bekerjasama dengan project kerjasama luar negeri tentang potential financial impact and economic instrument based on plastics. Jadi harapannya dari kajian tersebut dapat mengetahui bentuk potensial-potensial insentif yang dapat diberikan.”

Apakah program Gerakan Guna Ulang Jakarta (GGUJ) ini sejalan dan memberikan kontribusi terhadap Permen LHK No. P75 tahun 2019, untuk menargetkan pengurangan sampah plastik sekali pakai dari sisi pencegahan?

“Tentu sudah sangat sejalan, karena disebutkan dalam Permen LHK No. P75 tahun 2019 bahwa salah satu pengurangan sampah plastik sekali pakai adalah dengan cara menerapkan sistem guna ulang dengan harapan produsen bisa mengaplikasikannya pada bentuk kemasan atau wadah yang dipakai berulang kali.”

Mengingat Gerakan Guna Ulang ini baru diterapkan di Provinsi DKI Jakarta, apakah dari KLHK sendiri melihat program ini dapat diimplementasikan di daerah lain dan masyarakatnya siap untuk menerapkan gaya hidup guna ulang ini?

“Kami melihat bahwa program gerakan guna ulang di Jakarta ini sangat memungkinkan untuk diimplementasikan ke daerah lain sebagai program percontohan. Namun demikian karena program ini masih baru, kami memerlukan waktu untuk mengevaluasi bagaimana penerapan program ini di lapangan terutama hal apa saja yang dapat mendukung ekosistem guna ulang, bagaimana respon masyarakat terhadap program ini, respon pelaku usaha, dan seberapa jauh program ini berpengaruh terhadap masyarakat dan pelaku usaha.”

Apakah ada potensi kerjasama antara KLHK dengan pihak lain untuk mendukung gerakan guna ulang ini?

“Dalam rangka mendukung gerakan guna ulang, saat ini KLHK khususnya Direktorat Pengurangan Sampah sedang membangun kolaborasi dengan berbagai pihak untuk mendorong ekosistem guna ulang seperti penyusunan standar sanitasi, diseminasi gerakan guna ulang, serta kegiatan edukasi mengenai inisiatif guna ulang kepada masyarakat dengan melibatkan Non-Governmental Organization (NGO). Selain itu, kami juga berkoordinasi dengan Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) yang merupakan mitra strategis untuk kebijakan guna ulang terkait penyusunan kajian atau standar untuk produk-produk dengan kemasan guna ulang, khususnya dari aspek keamanan kemasan.”

Bagaimana upaya pemerintah untuk mendukung dan mensukseskan pionir program guna ulang ini di Jakarta?

KLHK bekerjasama dengan DLH Provinsi DKI Jakarta dalam mengimplementasikan Pergub Jakarta 142/2019 tentang Kewajiban Penggunaan Kantong Belanja Ramah Lingkungan dan Pergub 102/2021 tentang Kewajiban Pengelolaan Sampah di Kawasan dan Perusahaan yang mana sejalan dengan implementasi Permen LHK P75/2019. Saat ini sedang dilakukan pilot project yang melibatkan 100 pelaku usaha makanan dan minuman, ritel, dan hotel di DKI Jakarta dengan target keluaran dokumen panduan teknis implementasi Pergub khususnya untuk pembatasan plastik sekali pakai dengan mempromosikan inisiatif guna ulang yang didukung dengan adanya hasil kajian dan standar sanitasi guna ulang. KLHK juga saat ini sedang bekerjasama dengan pihak luar negeri dan pelaku usaha untuk menyusun ‘Reuse and Refill Roadmap in Indonesia’ yang mana nantinya akan dilibatkan juga dengan program guna ulang di Jakarta. Harapannya, nanti para produsen, masyarakat, dan Pemerintah Daerah dapat mengimplementasikannya dan dapat mendorong ekosistem guna ulang ini.”

Artikel ini ditulis sebagai salah satu keluaran dari kolaborasi antara Gerakan Indonesia Diet Kantong Plastik (GIDKP), Allas sebagai salah satu venture Zero Waste Living Lab by Enviu, dan The Deutsche Gesellschaft für Internationale Zusammenarbeit GmbH (GIZ) yang memiliki ambisi bersama dalam mengurangi sampah plastik sekali pakai dan membangun ekosistem guna ulang di sektor makanan dan minuman, dimulai dari Provinsi DKI Jakarta. Kolaborasi ini merupakan bagian dari Proyek Percontohan di bawah Proyek Collaborative Actions for Single Use Plastic Prevention in Southeast Asia (CAP SEA) yang diimplementasikan oleh GIZ. Proyek CAP SEA didanai oleh The German Federal Ministry for the Environment, Nature Conservation, Nuclear Safety and Consumer Protection (BMUV) dan bagian dari proyek global untuk mendukung Export Initiative Environmental Protection.

Bagikan

Tiza Mafira

Executive DirEctor

Tiza has led Diet Plastik Indonesia, and co-founded it, since 2013. She feels grateful that the environmental law knowledge she learned in college can be used to make changes. In her spare time, Tiza enjoys making doll houses out of cardboard for her children and doing water sports. Tiza is an alumna of the Faculty of Law, University of Indonesia (2002) and Harvard Law School (2010).

Tiza Mafira

Executive DirEctor

Tiza memimpin Dietplastik Indonesa, dan turut mendirikannya, sejak 2013. Ia merasa bersyukur ilmu hukum lingkungan yang dipelajarinya ketika kuliah dapat digunakan untuk membuat perubahan. Pada waktu senggang, Tiza senang membuat rumah boneka dari kardus untuk anak-anaknya dan melakukan olahraga air. Tiza adalah alumna Fakultas Hukum Universitas Indonesia (2002) dan Harvard Law School (2010).