Jakarta, 17 September 2025. Krisis plastik bukan hanya soal sampah yang menumpuk, tetapi juga soal kesehatan manusia yang kian terancam. Studi terbaru Lancet Countdown on Health and Plastics mengungkapkan fakta mengejutkan bahwa polusi plastik menyebabkan ratusan ribu kematian setiap tahun dan menimbulkan kerugian 1,5 juta US dolar akibat beban penyakit yang ditimbulkannya. Plastik yang kita kenal sehari-hari tidak hanya berakhir sebagai sampah, tetapi juga melepaskan bahan kimia berbahaya dan mikroplastik yang masuk ke udara, air, bahkan ke dalam tubuh manusia.
Di tengah urgensi ini, Dietplastik Indonesia kembali mendesak Menteri Keuangan Republik Indonesia yang baru ditunjuk, Purbaya Yudhi Sadewa, mengambil langkah berani dengan mengembalikan rencana penerapan cukai bijih plastik. Pengenaan cukai ini ditujukan pada bahan baku plastik virgin, bukan sekadar produk atau kemasan plastik. Dengan demikian, beban tidak diberikan sepenuhnya kepada masyarakat melalui kenaikan harga barang, tetapi ditanggung oleh industri hulu yang selama ini meraup keuntungan besar dari produksi plastik mentah.
Sebelumnya pada tahun 2018, Dietplastik Indonesia bersama tokoh masyarakat menggagas petisi daring untuk mendorong adanya cukai plastik dengan hampir 1,2 juta tanda tangan yang kemudian diserahkan kepada Kementerian Keuangan. Pada 2019, Kementerian Keuangan sempat merespon dengan rencana penerapan cukai plastik pada kantong plastik, namun implementasinya tertunda akibat pandemi COVID-19. Pada Januari 2025, rencana tersebut resmi dihentikan karena dianggap cukup diatasi dengan kebijakan non-fiskal pelarangan kantong plastik.
Penyerahan petisi cukai plastik kepada Kementerian Keuangan pada tahun 2018 (Dok. Dietplastik Indonesia)
“Cukai bijih plastik adalah instrumen keadilan. Sama seperti minuman berperisa yang sudah terbukti berdampak pada kesehatan, plastik pun memberikan beban kesehatan dan ekonomi yang nyata. Masyarakat selama ini selalu dikenakan pajak atas konsumsi, maka wajar jika industri hulu plastik juga harus ikut menanggung konsekuensi dari produk yang mereka hasilkan,” tegas Tiza Mafira, Direktur Eksekutif Dietplastik Indonesia.
Dietplastik Indonesia menilai bahwa penerapan cukai bijih plastik akan menjadi instrumen ganda: menekan laju produksi plastik virgin (yang berdampak pada berkurangnya polusi plastik) dan menghindari risiko gangguan kesehatan dari polusi plastik. Dengan perancangan yang tepat, penerimaan cukai dapat dialokasikan untuk program kesehatan publik serta inovasi pengelolaan sampah rendah emisi, sehingga manfaatnya kembali langsung ke masyarakat.
“Banyak tenggat target pengurangan plastik terlewat tanpa hasil nyata, meskipun para pegiat lingkungan telah berupaya keras di berbagai lini. Dukungan pemerintah kini menjadi kunci, khususnya terhadap industri yang masih memproduksi plastik dari bijih virgin. Sudah saatnya produsen lebih bertanggung jawab dalam proses produksinya, berinovasi mencari alternatif yang berkelanjutan, serta patuh pada prinsip Extended Producer Responsibility (EPR). Kami mengajak pemerintah, khususnya Bapak Purbaya, untuk segera menerapkan kebijakan cukai plastik. Kami siap mendukung penuh upaya edukasi dan sosialisasinya demi mendorong perubahan nyata,” seru Nadia Mulya, pegagas petisi.
“Kami percaya, keberanian Menteri Keuangan dalam menerapkan cukai bijih plastik akan menjadi warisan penting bagi kesehatan publik dan masa depan lingkungan Indonesia. Plastik mungkin murah diproduksi, tetapi biayanya dibayar mahal dengan nyawa dan kesehatan manusia,” tambah Tiza.
Laporan Lancet Countdown juga menegaskan bahwa intervensi di hulu, yakni pada tingkat produksi, adalah langkah paling efektif untuk mengurangi dampak krisis plastik. Dengan adanya kebijakan ini, Indonesia berkesempatan menunjukkan kepemimpinan global dalam mengatasi polusi plastik sekaligus melindungi kesehatan warganya.
Kontak Media:
📞 +62811-2441-901
Tentang Dietplastik Indonesia
Dietplastik Indonesia adalah organisasi nirlaba yang mendorong perubahan sistemik untuk menghentikan penggunaan plastik sekali pakai, memperluas sistem guna ulang di Indonesia, dan mengadvokasi pengurangan emisi metana dari sektor sampah. Sejak 2013, kami telah memimpin advokasi nasional—mendukung lebih dari 100 kota dalam menerapkan pelarangan plastik—serta membangun solusi inklusif seperti Pasar Bebas Plastik dan Gerakan Guna Ulang. Kami juga mengatasi krisis iklim dan pencemaran dari hulu dengan mendorong pengelolaan sampah organik langsung dari sumbernya—memastikan sampah tidak hanya dikurangi, tetapi juga tidak tercampur dan salah kelola. Misi kami adalah menghentikan polusi plastik dan menurunkan emisi gas rumah kaca dengan mengubah cara sampah diproduksi, dikonsumsi, dan dikelola, sekaligus mendorong perubahan budaya dan struktur—di mana guna ulang menjadi norma, sampah dicegah dari sumbernya, dan komunitas lokal diberdayakan untuk memimpin transisi yang adil menuju masa depan yang lebih bersih dan sehat.