Kepala Bidang CSR dan lingkungan hidup DPP Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo), Yuvlinda Susanta mendukung kebijakan kantong plastik berbayar. Namun pemerintah perlu mengkaji ulang terkait besaran biaya yang dibebankan.
Yuvlinda menilai, biaya senilai Rp 500/kantong yang dibebankan dikhawatirkan peritel membuat kehilangan konsumennya. Sehingga pihaknya menyarankan besaran biaya dilakukan secara bertahan dari nominal terndah yakni Rp 200/kantong.
“Ini kan masa transisi, kalau bisa harganya lebih ringan agar tidak membuat shock konsumen. Nanti setelah harga itu diterapkan, dievaluasi, kalau tidak ada masalah bisa dinaikan,” kata Yuvlinda usai melakukan diskusi di Hotel Park Jalan PHH Mustofa Kota Bandung, Rabu (4/1/2016).
Ia menjelaskan, sesuai edaran yang dikeluarkan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), dana hasil penjualan kantong plastik nantinya akan dipergunakan untuk CSR lingkungan hidup. Namun untuk besarannya disesuaikan dengan pendapatan setiap ritel.
Selain masalah harga, lanjut dia, pemerintah daerah (Pemda) juga perlu melakukan sosialisasi perihal kebijakan ini kepada masyarakat. Sehingga masyarakat tidak kebingungan ketika dibebankan biaya saat meminta plastik.
“Sosialisasi harus gencar dilakukan pemda sebelum nanti diberlakukan, takut masyarakat kaget dan menimbulkan polemik nantinya,” ujar dia.
Kebijakan kantong plastik berbayar ini di uji coba mulai 21 Februari 2016 di 22 kota dan 1 provinsi yang diawali di ritel-ritel. Uji coba ini akan menjadi kajian dan bahan pertimbangan untuk membuat peraturan menteri (Permen) penerapan biaya kantong plastik berbayar di seluruh Indonesia.
Editor: Brilliant Awal
Artikel ini diambil dari Galamedia News yang dapat dibaca di sini