Aktivis Indonesia Dorong Solusi Guna Ulang pada UN Ocean Conference 2025 di Perancis Dalam Rangka Menuju Negosiasi Global Terkait Polusi Plastik

Nice, France / Jakarta, Indonesia — 14 Juni 2025 — Pekan lalu, Rahyang Nusantara, Deputi Direktur Dietplastik Indonesia, PR3 dari Global Alliance to Advance Reuse, dan Fellow PIPA Ocean 2024, bergabung bersama para pemimpin dunia, pembuat kebijakan, ilmuwan, dan advokat muda dalam Konferensi Laut Perserikatan Bangsa-Bangsa ke-3 (UNOC3) yang diselenggarakan di Nice, Prancis. Mewakili masyarakat sipil Indonesia dan Asia Reuse Consortium, Rahyang menyampaikan seruan kuat untuk aksi hulu dalam mengatasi polusi plastik laut, serta memaparkan solusi berbasis komunitas dari Indonesia kepada audiens internasional.


Photo credit: Dietplastik Indonesia/Alexandre Dumort

Dalam berbagai sesi resmi dan acara sampingan, termasuk diskusi panel yang diselenggarakan oleh UN Environment Programme, World Economic Forum, Scientists’ Coalition, dan PIPA Ocean, Rahyang menekankan pentingnya sistem guna ulang sebagai solusi strategis dan berkeadilan untuk mencegah pencemaran plastik di laut. Berbekal pengalaman lebih dari satu dekade dalam kampanye lingkungan berbasis komunitas dan reformasi kebijakan tingkat kota, Rahyang mendesak para negosiator untuk memprioritaskan langkah-langkah ambisius menjelang putaran akhir perundingan Global Plastic Treaty (INC-5.2) yang akan berlangsung Agustus mendatang di Jenewa.

Partisipasi Rahyang pada Searious Business side event di Hyatt Regency Nice Palais de la Méditerranée, Nice, Perancis, 12 JUni 2025 
(Photo credit: Dietplastik Indonesia/Alexandre Dumort)

“Untuk menghentikan plastik mencapai laut, kita harus menghentikan sifat sekali pakai sejak awal. Mengintegrasikan sistem guna ulang dalam skema Tanggung Jawab Produsen yang Diperluas (Extended Producer Responsibility), dengan dukungan standar global seperti yang dikembangkan oleh PR3, adalah cara untuk beralih dari penanganan limbah ke pencegahan nyata,” ujar Rahyang dalam acara Searious Business Side Event di Hyatt Regency Nice Palais de la Méditerranée, Nice, Prancis, pada 12 Juni. 

“Guna ulang bukan sekadar konsep—ini adalah solusi nyata yang digerakkan oleh komunitas dan telah terbukti melindungi laut kita. Namun tanpa kerangka kerja global seperti Global Plastic Treaty yang mengakui dan mendanai upaya ini, kita berisiko mengabaikan dampak yang sesungguhnya. Saatnya memperluas upaya yang telah berhasil dari akar rumput,” ungkap Rahyang dalam acara sampingan di La Baleine, Palais des Expositions, Nice, pada 13 Juni bersama tujuh Fellow PIPA Ocean dari Amerika Latin, Asia Tenggara, Asia Tengah, dan Pasifik.

“Untuk mengatasi krisis plastik, kita harus bisa melakukan upaya lebih dari sekedar daur ulang dan pelarangan—sistem guna ulang adalah kunci untuk mengurangi sampah dari sumbernya. Dengan menggantikan produk sekali pakai, guna ulang tidak hanya mendorong sirkularitas tetapi juga mencegah kebocoran plastik ke lautan,” tambah Rahyang.

Dalam rangkaian acara sampingan UNOC3, Rahyang turut berbagi kemajuan Indonesia dalam mengembangkan solusi guna ulang, termasuk reformasi kebijakan dan percontohan bisnis guna ulang di Jakarta. Ia juga menekankan pentingnya peran pekerja informal sektor persampahan, keterlibatan generasi muda, serta perumusan kebijakan berbasis sains sebagai pilar utama implementasi traktat atau perjanjian global yang adil dan inklusif.

“Indonesia telah membuktikan bahwa pelarangan plastik sekali pakai di tingkat kota, transformasi bisnis, dan partisipasi warga dapat mengubah sistem. Global Plastic Treaty harus mampu memperluas upaya-upaya ini secara global. Tanpa regulasi hulu dan pendanaan yang memadai, kita berisiko mengunci polusi selama beberapa dekade ke depan,” tegas Rahyang.

Photo credit: Dietplastik Indonesia/Alexandre Dumort.

Meski demikian, Rahyang menyayangkan atas belum bergabungnya Indonesia dalam daftar negara pendukung deklarasi tingkat tinggi “Nice Wake-Up Call,” —yang telah didukung oleh lebih dari 95 negara dan mendorong ketentuan traktat yang kuat seperti pembatasan produksi plastik perawan, kewajiban desain ulang produk untuk bisa digunakan ulang dan tahan lama, serta pembentukan sistem EPR global dengan skema biaya yang dimodulasi berdasarkan dampak lingkungan. “Indonesia telah menunjukkan kemajuan nyata di tingkat lokal, tetapi tanpa kemauan politik di tingkat nasional untuk selaras dengan inisiatif global yang ambisius seperti Nice Wake-Up Call. Hal ini berisiko mengirimkan pesan yang membingungkan mengenai sikap yang diambil sebagai negara. Kepemimpinan regional kita harus disertai dengan tanggung jawab global,” ujar Rahyang.

Menjelang perundingan di Jenewa, Rahyang dan Dietplastik Indonesia menyerukan kepada pemerintah nasional—terutama di kawasan Asia Tenggara—untuk meningkatkan komitmen mereka dan berdiri bersama negara-negara yang menuntut hasil traktat yang ambisius dan dapat ditegakkan.

—————–

Tentang Dietplastik Indonesia: Dietplastik Indonesia (dh. Gerakan Indonesia Diet Kantong Plastik) merupakan organisasi nirlaba yang berfokus pada advokasi kebijakan pengurangan sampah plastik sekali pakai di Indonesia, sekaligus mencegah sampah tercampur melalui pengelolaan sampah organik di sumber. Dietplastik Indonesia bertujuan mencegah pencemaran plastik dan emisi gas rumah kaca. Dietplastik Indonesia berhasil mendorong lebih dari 100 100 daerah untuk melarang penggunaan plastik sekali pakai setelah menginisiasi uji coba “Kantong Plastik Tidak Gratis” pada tahun 2016 bersama Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Dietplastik Indonesia bekerjasama dengan para pemangku kepentingan seperti pemerintah, pelaku usaha, dan kelompok masyarakat dalam menjalankan upaya pengurangan sampah yang solutif dan berdampak. Program unggulan yang dilakukan Dietplastik Indonesia terkait pengurangan sampah antara lain Pasar Bebas Plastik dan Gerakan Guna Ulang.

Media Contact: contact@plasticdiet.id | @iddkp | www.plasticdiet.id

Tentang PIPA Program. The Future Leaders Invitation Programme/Programme d’invitation des personnalités d’avenir (PIPA) merupakan inisiatif dari Kementerian Eropa dan Urusan Luar Negeri Prancis yang didirikan pada tahun 1989. Setiap tahunnya, program ini mengundang sekitar 75 pemimpin muda yang sedang berkembang dari berbagai belahan dunia—termasuk politisi, pegawai negeri, akademisi, wirausahawan, dan pelaku masyarakat sipil—ke Prancis untuk mengikuti program selama satu minggu. Tujuannya adalah untuk mendorong pertukaran profesional tingkat tinggi serta membangun hubungan yang berkelanjutan antara Prancis dan para pemimpin global masa depan.

 PIPA Ocean Fellow (left to right): Nuno Cruz (Angola), Rahyang Nusantara (Indonesia), María Amorín (Guatemala), Aline Lenormand (French Ministry for Europe and Foreign Affairs), Gisselle Guerra (Panama), Sergio Cambronero (Costa Rica), Elnur Savarov (Azerbaijan), Cecilia Torres (Ecuador), and Kerstin Fersburg (Peru)
(Photo credit: Dietplastik Indonesia/Alexandre Dumort)
Bagikan

Tiza Mafira

Executive DirEctor

Tiza has led Diet Plastik Indonesia, and co-founded it, since 2013. She feels grateful that the environmental law knowledge she learned in college can be used to make changes. In her spare time, Tiza enjoys making doll houses out of cardboard for her children and doing water sports. Tiza is an alumna of the Faculty of Law, University of Indonesia (2002) and Harvard Law School (2010).

Tiza Mafira

Executive DirEctor

Tiza memimpin Dietplastik Indonesa, dan turut mendirikannya, sejak 2013. Ia merasa bersyukur ilmu hukum lingkungan yang dipelajarinya ketika kuliah dapat digunakan untuk membuat perubahan. Pada waktu senggang, Tiza senang membuat rumah boneka dari kardus untuk anak-anaknya dan melakukan olahraga air. Tiza adalah alumna Fakultas Hukum Universitas Indonesia (2002) dan Harvard Law School (2010).